Era Pra 1990an
Era 1980-an merupakan akhir
dari zaman keemasan komputer mini — komputer yang tidak secanggih
“main-frame”, namun setiap sistem terdiri dari bongkahan besar.
Nama-nama besar pada zaman tersebut, seperti “DEC – Digital Equipment
Corp.”, “DG — Data General”, “HP — Hewlett Packard”, “Honeywell — Bull”,
“Prime”, dan beberapa nama lainnya. Setiap komputer mini ini,
dijalankan dengan sistem operasi tersendiri. Setiap sistem operasi ini
tidak cocok (kompatibel) dengan sistem operasi dari sistem lainnya.
Sebuah program yang dikembangkan pada sistem tertentu, belum tentu
dengan mudah dapat dijalankan pada sistem lainnya. Masalah ini mulai teratasi dengan sebuah sistem operasi yang lagi naik daun, yaitu UNIXTM.
Sistem UNIX ini dapat dijalankan pada berbagai jenis komputer. Selain
beroperasi pada komputer mini, UNIX pun dapat dioperasikan pada sebuah
generasi komputer “super mikro”, yang berbasis prosesor 32 bit seperti
Motorola MC68000. Ya: pada waktu itu, Motorola belum terkenal sebagai
produser Hand Phone! Sistem berbasis UNIX pertama di Universitas Indonesia (1983) ialah komputer “Dual 83/20″ dengan sistem operasi UNIX versi 7, memori 1 Mbyte, serta disk (8″)
dengan kapasitas 20 Mbytes. Sistem tersebut tentunya sangat “terbatas”
dibandingkan komputer zaman sekarang. Namun, penelitian dengan
memanfaatkan komputer tersebut, menghasilkan puluhan sarjana S1 UI. Tema
penelitian S1 pada saat tersebut berkisar dalam bidang jaringan
komputer, seperti pengembangan email (PESAN), alih berkas (MIKAS),
porting UUCP, X.25, LAN ethernet, network printer server, dan lainnya.
Komputer “Dual 83/20″
ini, kemudian lebih dikenal dengan nama “INDOGTW” (Indonesian Gateway),
karena pada akhir tahun 1980-an digunakan “dedicated email” server ke
luar negeri. Sistem INDOGTW ini beroperasi non-stop 24 jam sehari, 7
hari seminggu. Fungsi
riset sistem tersebut di atas, digantikan oleh komputer baru “INDOVAX”,
yaitu DEC VAX-11/750 dengan sistem unix 4.X BSD dengan memori 2 Mbytes,
serta disk 300 Mbytes. Pada waktu itu, sanga lazim menamakan
satu-satunya VAX pada setiap institusi, dengan akhiran “VAX”. Contohnya:
UCBVAX (Universitas Berkley), UNRVAX (Universitas Nevada Reno), DECVAX
(DEC), ROSEVAX (Rosemount Inc), MCVAX (Amsterdam). Sistem ini pun
kembali menghasilkan puluhan sarjana S1 UI untuk berbagai penelitian
seperti rancangan VLSI, X.400, dan sejenisnya. Untuk
mewadahi para pengguna dan penggemar UNIX yang mulai berkembang ini,
dibentuk sebuah Kelompok Pengguna Unix (Unix Users Group) yaitu INDONIX.
Kelompok yang dimotori oleh bapak “Didik” Partono Rudiarto (kini
pimpinan INIXINDO) ini melakukan pertemuan secara teratur setiap bulan.
Setiap pertemuan ini akan diisi dengan ceramah kiat dan trik UNIX, serta
sebuah diskusi/ tanya-jawab. Komputer
mini — yang UNIX mau pun yang bukan — dominan hingga pertengahan tahun
1980-an. Komputer Personal (PC) masih sangat terbatas, baik
kemampuannya, mau pun populasinya. Bahkan hingga akhir 1980-an, PC masih
dapat dikatakan merupakan benda “langka” dan “mewah”. Semenjak
pertengahan 1980-an, muncul sistem komputer “super-mikro” berbasis
prosesor Motorola MC68000 dan sistem operasi Unix. Sejalan dengan ini,
juga muncul PC/AT berbasis prosesor Intel 80286 dan 80386 dengan sistem
operasi XENIX/SCO UNIX. Kehadiran
prosesor Intel 80286 (lalu 80386) telah mendorong pengembangan sistem
operasi dengan nama “XENIX”. Harga sistem yang relatif murah, berakibat
kenaikan populasi sistem Unix yang cukup signifikan di Indonesia.
Aplikasi yang populer untuk sistem ini ialah sistem basis data Usaha
Kecil dan Menengah (UKM). Pada awalnya, setiap sistem operasi Unix dilengkapi dengan kode sumber (source code).
Namun, hal tersebut tidak berlaku untuk negara non-US (terutama non
Eropa) akibat regulasi ekspor US. Sebagai alternatif Prof. Andrew S.
Tanenbaum dari VU (Belanda) mengedarkan sebuah sistem Operasi sederhana
dengan nama “MINIX” (Mini Unix). Titik berat arah pengembangan MINIX
ialah sesederhana mungkin agar dapat dipelajari dengan mudah dalam satu
semester. Program Studi Ilmu Komputer Universitas Indonesia, tercatat
pernah membeli source code MINIX dua kali, yaitu versi 1.2 (1987) dan
versi 1.5 (1999). Sebagai
penunjang mata kuliah Sistem Operasi, telah hadir MINIX (Mini Unix)
yang bahkan dapat dijalankan pada PC biasa tanpa HardDisk! Namun, MINIX
memiliki dua keterbatasan bawaan. Pertama, dititik-beratkan agar mudah
dipelajari untuk keperluan pendidikan. Akibatnya, dengan sengaja tidak
dibuat canggih dan rumit. Kedua, (pada awalnya) MINIX harus dibeli
dengan harga lebih dari USD 100 per paket. Harga ini tidak dapat
dikatakan murah bahkan untuk ukuran kantong mahasiswa di luar negeri.
Namun, MINIX telah digunakan di Program Studi Ilmu Komputer Universitas
Indonesia FUSILKOM UI, FakUltas ILmu KOMputer UI) sebagai bagian dari kuliah sistem operasi menjelang akhir tahun 1990an. Besar
kemungkinan, siapa pun pengguna MINIX saat itu (termasuk penulis),
pernah memiliki angan-angan untuk merancang sebuah kernel “idaman”
pengganti MINIX yang dapat — “dioprek”, “dipercanggih”, dan
“didistribusikan” — secara bebas. Tidak heran, Linus B. Torvalds
mendapat sambutan hangat ketika tahun 1991 mengumumkan kehadiran sebuah
kernel “idaman” melalui buletin USENET News “comp.os.minix”. Kernel ini
kemudian lebih dikenal dengan nama Linux. Namun, Linux tidak langsung
mendapatkan perhatian di UI.
Era 1990an
Belum jelas, siapa yang
pertama kali membawa Linux ke Indonesia. Namun, yang pertama kali
mengumumkan secara publik (melalui milis pau-mikro) ialah Paulus Suryono
Adisoemarta dari Texas, USA, yang secara akrab dipanggil Bung Yono.
Ketika 1992, bung Yono berkunjung ke Indonesia membawa distro
SoftLanding System (SLS) dalam beberapa keping disket. Kernel Linux pada
distro tersebut masih revisi 0.9X (alpha testing), dengan kemampuan
dukungan jaringan yang sangat terbatas. Pada awal tahun 1990-an, kisaran
harga sebuah ethernet board ialah USD 500; padahal dengan kinerja yang
jauh dibawah board yang sekarang biasa berharga USD 5.-. Dengan harga
semahal itu, dapat dimaklumi, jika masih jarang ada pengembang LINUX
yang berkesempatan untuk mengembangkan driver ethernet. Perioda
1992-1994 merupakan masa yang vakum. Secara sporadis, terdengar ada
yang mendiskusikan “Linux”, namun terbatas pada uji coba. Kernel Linux
1.0 keluar pada tahun 1994. Salah satu distro yang masuk ke Indonesia
pada tahun tersebut ialah Slackware (kernel 1.0.8). Distro tersebut
cukup lengkap dan stabil sehingga merangsang tumbuhnya sebuah komunitas
GNU/ Linux di lingkungan Universitas Indonesia. Pada umumnya, PC
menggunakan prosesor 386 dan 486, dengan memori antara 4-8 Mbytes, dan
hardisk 40 – 100 Mbyte. Biasanya hardisk tersebut dibuat “dual boot”,
yaitu dapat dalam mode DOS atau pun Linux. Slackware menjadi populer dikalangan para mahasiswa UI, karena pada waktu itu merupakan satu-satunya distribusi yang ada . Banyak hal-hal baru yang “dioprek”/ “setup”. Umpama: yang pertama kali men-setup X11R4 Linux di UI ialah Ivan S. Chandra (1994). Tahun 1994 merupakan tahun penuh berkah. Tiga penyelenggara Internet sekali gus mulai beroperasi: IPTEKnet, INDOnet, dan RADnet.
Pada tahun berikutnya (1995), telah tercatat beberapa institusi/
organisasi mulai mengoperasikan GNU/Linux sebagai “production system”,
seperti BPPT (mimo.bppt.go.id), IndoInternet (kakitiga.indo.net.id),
Sustainable Development Network (www.sdn.or.id dan sangam.sdn.or.id),
dan Universitas Indonesia (haur.cs.ui.ac.id). Umpamanya, Sustainable Development Network Indonesia
(sekarang diubah menjadi Sustainable Debian Network) menggunakan
distribusi Slackware (kernel 1.0.9) pada mesin 486 33Mhz, 16 Mbyte RAM, 1
Gbyte disk. Namun sekarang, situs tersebut numpang webhost di IndoInternet. Kehadiran
internet di Indonesia merangsang tumbuhnya sebuah industri baru, yang
dimotori oleh para enterpreneur muda. Mengingat GNU/ Linux merupakan
salah satu pendukung dari Industri baru tersebut, tidak dapat disangkal
bahwa ini merupakan faktor yang cukup menentukan perkembangan GNU/Linux
di Indonesia. Selama perioda 1995-1997, GNU/Linux secara perlahan mulai
menyebar ke seluruh pelosok Indonesia. Bahkan krismon 1997 pun tidak
dapat menghentikan penyebaran ini. Pada tahun 1996, pernah ada sebuah milis linux yang dapat dikatakan kurang begitu sukses. Anggota dari milis tersebut ialah: Sl1zr@cc.usu-
and1@indo.net- arwiya@indo.net- bjs@apoll.geologie- budi@cool.mb-
chairilk@indo.net- harry@futaba.nagaokaut- herkusut@soziologie-
ibrahim@indovax- idarmadi@indo.net- jimmyt@turtle-
jonathan@bandung.wasantara- louis@Glue- mermaid+@CMU- mwiryana@netbox-
rheza@indo.net- rosadi@indo.net- sentiono@cycor- trabas@indo.net-
wibowo@hpsglsn- wiwit@bandung.wasantara- edybs@jakarta.wasantara-
ssurya@elang- dhie@bandung.wasantara- tanu@m-net.arbornet-
avinanta@gdarma- pink@cbn.net- louis@webindonesia- Sebelum
1997, issuenya mungkin “Apa itu Linux?” Alhamdulillah, dewasa ini, yang
terjadi malah sebaliknya: “Anda belum kenal Linux?????” Demikian
sekilas perkembangan sistem UNIX sebelum 1997. Mudah-mudahan, ini akan
memicu para pelaku IT lainnya untuk melengkapi hikayat ini, terutama
pasca 1997. PS: Sekarang mah… saya menggunakan distro bikinan sendiri: DeDe atau De2! Juga, turut mendukung DeAl atau Debian Alternatif.
Referensi:
- [KMP000418A] Kompas Online. 2000. Semakin Seru Pertarungan di Ajang Sistem Operasi. Jakarta, April 18. [WAS: http://www.kompas.com/kompas-cetak/0004/18/IPTEK/sema07.htm].
URL Terkait
- Open Source Software – Keinginan Mulia dan Kenyataan Dilapangan
- Router Sederhana
- Linux Indonesia